MENTAL KAYA Si ‘Tukang Bakso’
Kalau saya sebut tukang bakso, biasanya orang menganggap remeh profesi ini. Kemungkinan besar Anda berfikir pendidikannya rendah. Benarkah?
Saya menjumpai sosok tukang bakso yang satu ini sangat berbeda. Dimulai saat seminar The Power of Kepepet di Padang, sekitar akhir tahun 2009. Biasanya usai acara saya tak langsung pulang, tapi masih lanjut mentoring sambil kongkow bersama kawan-kawan EU Padang. Ada seorang peserta ‘gelap’ seminar yang masuknya ‘mbrobos’, tapi sangat antusias menyimak seminar dan mentoring lanjutan. Saya tak benar mengingat wajahnya saat itu, karena banyak kawan-kawan lain yang mentoring bersama.
Maret 2010, saya kembali ke Padang untuk mengisi di UNAND. Usai acara, seorang peserta mengajak saya menganalisa kenapa Steak Ambassador miliknya mengalami penurunan omzet. Ternyata persis di samping kios tersebut berdirilah kios bakso, yang pemiliknya adalah peserta ‘gelap’ seminar saya.
Justru malam itu minat saya tertuju oleh kesantunan penjual bakso ini. Setelah menyicip baksonya yang emang enak dan daging asli, dia meminta advis tentang masalah yang sedang dia alami bersama investornya. Saya hanya menyarankan 1 hal: Tinggalkan, Hijrah aja..!
Dengan tekad bulat, anak muda ini hijrah ke jakarta berbekal seadanya. Setiba di Jakarta, karena uang di kantongnya hanya tersisa 100 ribu, Ia terpaksa menjual resep baksonya kepada seseorang senilai 1,5 juta. Dan perjalanan usaha warung baksonya dimulai, dari 1 gerobak bakso.
Cerita berlanjut saat dia meminta waktu untuk mentoring bersama saya secara personal. Karena saat itu saya masih tinggal (transit) di Kelapa Gading Jakarta, maka kita janjian ketemu di Kafe Ohlala (MOI).
“Hai Ndi, ayo pesan (makanan, minuman)”, kata saya. Setelah saya pesan makan dan minum, ehh dia hanya pesan es teh manis saja. Sudahlah, mungkin dia tidak lapar. Setelah 1 jam-an ngobrol tentang perkembangan bisnisnya, saya pun menutup pembicaraan, “Oke, praktekin yaa.. ntar kabarin aku perkembangannya.”.
Tiba-tiba dengan wajah kaku dia berkata, “Maaf Pak, saya hanya punya duit 50 ribu aja. Saya gak bisa bayarin Bapak.”. Sambil senyum saya bilang, “Lha emang aku minta bayarin kamu? Yee tenang aja, aku yang bayar.”
Saya tak tahu apa sumpah dalam dirinya yang Ia ucapkan di malam itu. Berjalan dengan waktu, bisnis baksonya naik terus. Setiap kali berjumpa dengannya, hampir selalu terdengar kabar kenaikan omzetnya.
Setelah saya pindah ke Bandung, setidaknya dia main ke rumah saya 3 kali dalam setahun. Selain membawa bakso yang gak kira-kira banyaknya, Ia juga membawa mobil (seken) yang Ia beli pertama, yaitu Suzuki APV. Saking ngeyelnya dia ingin saya merasakan mobil yang Ia beli dari keringatnya dan tentu dengan ridlo Allah.
Begitu juga saat mobil (baru) yang Ia beli, langsung dibawa ke Bandung agar saya bisa menyicipi mobilnya. Saya dan kawan-kawan Yukbisnis Indonesia, juga sudah singgah di gudang (workshop) dan rumah yang Ia beli. Ya, bener, jualan bakso bisa punya mobil, rumah dan gudang.
Namanya Andi, pemilik BAKSO AJO di PG Cililitan. Omzetnya tembus 500 juta perbulan. Baksonya sudah masuk ke Ritz Calton. Dia adalah orang yang memiliki MENTAL KAYA; malu saat ditraktir dan sangat gemar mentraktir. Pemurah, ringan tangan dan ringan kaki dalam silaturahim