ABDUL Manaf menghela napas. Pendek saja sebenarnya. Ruang tamu rumah di Margoyoso, Kalinyamatan, Jepara, itu sekaligus menjadi ruang kerja suami Sri Wahyuni tersebut. Ada printer scan merek HP di sana, selain dua laptop di atas. Juga, sejumlah kitab klasik, kamus Arab-Indonesia, serta kamus bahasa Arab (semacam KBBI atau Oxford Dictionary versi Arab).
Bermodal laptop pinjaman itulah, Manaf memulai aktivitas memaknai kitab klasik atau kitab kuning yang biasa menjadi bahan ajar pesantren sejak 2005.
Akhirnya, dia ditunjukkan sebuah pesantren di kawasan Kriyan, Kalinyamatan, yang bisa mengoperasikan aplikasi berbahasa Arab. Ke sanalah dia lantas menuju. Karena seringnya berkunjung, dia akhirnya ditawari mengajar. Sebuah tawaran yang tak dia sia-siakan.
Salah satu alasannya, dengan menjadi guru, dia bisa leluasa menggunakan peranti milik pesantren. Termasuk alat scan. Dia lalu belajar untuk mengoperasikan komputer. Dimulai dari yang paling sederhana: menghidupkan dan mematikan.
Jamaahnya pun tidak ketinggalan menyumbangkan sebuah komputer bekas dengan prosesor Pentium II dan program Windows 98. Beberapa waktu kemudian, kemampuan kakek berjenggot putih itu dalam memaknai kitab terdengar sampai ke Malang.
Salah satu pimpinan pesantren di sana meminta dia untuk memaknai beberapa kitab klasik. Di antaranya, Karomatul Auliya, Kasfudz Dzunun, dan Jawahirul Khomsah.
Rata-rata kitab tersebut dalam satu halaman berisi 18 baris. Dia lalu menguranginya menjadi sembilan baris per halaman. Supaya ada jarak yang bisa digunakan untuk menulis hasil pemaknaan. Dia mengukir pemaknaan itu huruf per huruf dengan menggunakan menu tulisan Arab di Corel.
Dia pernah merasakan kerepotan saat menggunakan Corel versi 14. Sebab, tulisan Allah dalam bahasa Arab tidak bisa muncul. Setelah ditelusuri, rupanya, pangkal persoalan ada pada versi Windows. Corel versi 14 tidak cocok dengan Windows 7 yang dia gunakan.
’’Akhirnya, saya kembali ke Windows XP, baru bisa,’’ lanjutnya.
Dalam proses kerjanya itulah, tidak jarang laptop yang dia gunakan rusak atau hang. Persoalannya, tidak semua tukang servis mampu mengatasi permasalahan. Terutama yang menyangkut program. Sebab, sebagian menu dan program yang ada di laptop itu sudah di-setting berbahasa Arab.
Saat ini pun, keyboard laptopnya juga tidak berfungsi. Dia akhirnya menggunakan portable keyboard berbahan karet berwarna hijau untuk menggantikan keyboard-nya.
’’Kalau saja saya punya mouse pen, mungkin akan lebih mudah mengerjakannya,’’ tutur dia. Sayang, dia belum mampu membeli.
Hidup Manaf memang bersahaja. Sebelum menerjuni pemaknaan kitab, dia adalah pembuat jamu. Lulusan Ponpes Manbaul Khoiriyah Islamiyah Bangsalsari, Jember, itu kini mengandalkan penghasilan sebagai guru mengaji privat. Dia memulai mengajari santrinya mengaji kitab Alfiyah.
Sang istri yang sudah tidak bisa banyak beraktivitas membantu mencari nafkah dengan menyulam pakaian dan taplak meja, kemudian menjualnya. Manaf dan Sri memiliki seorang anak angkat bernama Hamdan. Anak kandung mereka meninggal saat lahir pada 1993.
Kebersahajaan itu pula yang membuatnya tidak berani mengajukan kitabnya untuk naik cetak. Sebab, seorang kawan memberi tahu, untuk menerbitkan kitab, dia butuh izin dari Kanwil Kementerian Agama.
Selain itu, ada beberapa proses lain sebelum naik cetak. ’’Saya tidak ada biaya untuk itu,’’ ucapnya.
Akhirnya, kitab-kitab tersebut hanya dibeli perorangan, khususnya para ustad di Jepara yang sudah mengenal kualitas Manaf. Dia mencetaknya secara sederhana di sebuah kios fotokopi dalam bentuk hard cover. Kertasnya dia datangkan dari Kudus dan berwarna kuning selayaknya lembaran kitab kuning.
Tapi, dengan segala keterbatasannya, Manaf menyatakan bakal terus memaknai kitab-kitab kuning. Dia baru berhenti apabila kondisi fisiknya memang sudah tidak memungkinkan. Atau bila Sang Khalik ingin dia kembali.
’’Selama hayat masih dikandung badan, saya akan terus memaknai kitab,’’ katanya
26 Juni 2016
Memaknai Kitab Kuning ke Dalam Bahasa Jawa dengan Laptop Pinjaman
By
Ustad Rudi
On
20.36
Langganan:
Posting Komentar (Atom)